Ketika Wajib Pajak melakukan penjualan rumah, maka akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) PHTB yang bersifat final.
Namun, pemerintah mengecualikan beberapa Wajib Pajak tertentu dari kewajiban atas PPh final PHTB tersebut.
Lantas, bagaimana ketentuan terkait pengenaan PPh final PHTB dan Wajib Pajak seperti apa yang dikecualikan? Simak selengkapnya dalam pembahasan berikut ini.
Baca juga: Insentif PPN DTP 100% untuk Rumah
Pengenaan PPh final PHTB
PPh final PHTB (Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan) merupakan pajak yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang melakukan penjualan tanah atau bangunan.
Salah satu objek pajak yang dikenakan PPh final PHTB adalah rumah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pengenaan pajak tersebut dilakukan karena Wajib Pajak mendapatkan tambahan kekayaan ketika melakukan penjualan rumah.
Ada 3 jenis tarif yang dikenakan terhadap kegiatan PHTB, tergantung pada jenis objek pajaknya, yaitu:
- 2,5% untuk PHTB selain rumah sederhana atau rumah susun sederhana
- 1% untuk PHTB atas rumah sederhana atau rumah susun sederhana
- 0% untuk PHTB kepada pemerintah, BUMN yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau BUMD yang ditugaskan oleh kepala daerah
Ketentuan tarif tersebut diatur dalam peraturan terpisah, yaitu Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016.
Karena bersifat final, maka PPh atas kegiatan PHTB dikenakan secara langsung saat penjualan tersebut terjadi. Wajib Pajak nantinya harus menyetorkan PPh atas penjualan tersebut secara mandiri ke negara dan melaporkannya.
Wajib Pajak bisa tidak kena PPh final PHTB
Seperti dalam penjelasan awal, meski pemerintah mewajibkan Wajib Pajak untuk membayar PPh atas penjualan rumah, DJP masih membuat pengecualian.
DJP mengecualikan beberapa Wajib Pajak tertentu dari PPh final PHTB. Ketentuannya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2023.
Lalu, Wajib Pajak seperti apa yang dikecualikan dari pengenaan PPh final PHTB? Pasal 3 ayat (1) PER-8/PJ/2023 menyebutkan ada 7 kriteria Wajib Pajak yang dikecualikan dari pembayaran PPh final PHTB, yaitu:
- Orang pribadi yang penghasilannya di bawah batas PTKP dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp60 juta yang bukan dipecah-pecah
- Orang pribadi yang melakukan PHTB dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau derajat, badan keagamaan, badan kependidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan UMK sepanjang tidak berkaitan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
- Badan yang melakukan PHTB secara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan UMK sepanjang tidak berkaitan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
- PHTB karena waris
- Badan yang melakukan PHTB dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk menggunakan nilai buku
- Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan
- Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan PHTB
Namun, pengecualian pembayaran tersebut hanya dapat dilakukan setelah Wajib Pajak menerima surat keterangan bebas PPh atas PHTB.
Untuk mendapatkan surat tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan untuk setiap kegiatan PHTB.
Selain itu, Wajib Pajak juga harus memenuhi beberapa persyaratan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) PER-8/PJ/2023, yaitu:
- Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk 2 tahun pajak terakhir
- Telah menyampaikan SPT Masa PPN untuk 2 masa pajak terakhir
- Tidak mempunyai utang pajak untuk semua jenis pajak atau mempunyai utang pajak, tetapi atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak
Wajib Pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen pendukung yang ketentuannya sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (5) PER-8/PJ/2023, antara lain:
- Surat pernyataan penghasilan di bawah PTKP, salinan KK, dan surat pemberitahuan pajak terutang PBB untuk jumlah bruto PHBT kurang dari Rp60 juta
- Surat pernyataan hibah untuk pengalihan tanah dan bangunan karena hibah
- Surat pernyataan pembagian waris untuk PHBT karena waris
- Salinan keputusan DJP mengenai persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta untuk PHBT karena penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha
- Salinan dokumen perjanjian untuk PHBT karena pelaksanaan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan
- Jika Wajib Pajak bukan termasuk subjek pajak, maka harus ada salinan dokumen yang membuktikan hal tersebut
Baca juga: PMK 7/2024 Diterbitkan, Insentif PPN DTP Rumah Diberikan
Jika persyaratan dan dokumen pendukung telah dipenuhi, maka Wajib Pajak akan dibebaskan dari kewajiban untuk membayar PPh final PHTB.
Bila Anda masih bingung terkait pengenaan PPh atas kegiatan PHTB, silakan konsultasikan dengan tim konsultan Bisa Pajak melalui WhatsApp atau email.
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!