Membayar pajak atas penghasilan (PPh) merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak di Indonesia.
Jika tidak membayar pajak, maka DJP sebagai pengawas akan mengenakan sanksi terhadap Wajib Pajak tersebut.
Salah satunya adalah rekening Wajib Pajak akan disita oleh DJP. Agar lebih paham, simak penjelasan lengkapnya dalam pembahasan berikut ini.
Baca juga: Kenapa Sudah Bayar Pajak tapi Status SPT Masih Kurang Bayar?
Penyebab saldo rekening Wajib Pajak disita
Ketika Wajib Pajak tidak membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, maka DJP akan berupaya untuk mengingatkan atau menegur.
Cara pertama yang akan dilakukan oleh DJP adalah dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak. Wewenang menerbitkan Surat Tagihan Pajak tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Selain Surat Tagihan Pajak, DJP juga dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar jika Wajib Pajak tidak kunjung melakukan pembayaran pajak.
Utang pajak tersebut harus segera dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 bulan sejak DJP menerbitkan kedua surat tersebut.
Batas waktu ini diatur dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Lalu, apa yang terjadi jika tidak kunjung dibayar? Maka DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, yang mana di dalamnya tercantum jumlah utang pajak yang bertambah akibat sanksi bunga.
Jika DJP sudah menerbitkan surat tersebut, maka harus segera dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 bulan.
Bila tidak, barulah DJP akan melakukan tindakan penagihan pajak melalui penerbitan Surat Paksa sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 ayat (1) UU KUP.
Dalam upaya penagihan pajak, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan, salah satunya dengan melaksanakan penyitaan.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a UU PPSP, penyitaan dapat dilakukan terhadap barang Wajib Pajak, salah satunya adalah saldo rekening. Namun, saldo rekening Wajib Pajak tidak dapat langsung disita oleh petugas pajak.
Baca juga: Kenapa Sudah Bayar Pajak tapi Status SPT Masih Kurang Bayar?
Bagaimana proses penyitaan saldo rekening Wajib Pajak?
Jurusita dari petugas pajak akan melakukan pemblokiran rekening lebih dulu. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU PPSP.
Pemblokiran tersebut dilakukan untuk mengamankan saldo rekening Wajib Pajak agar tidak terjadi pemindahbukuan oleh pihak lain.
Jika kemudian diketahui bahwa Wajib Pajak menyimpan sejumlah saldo pada rekeningnya dan tidak melunasi utang pajak, maka akan dilakukan penyitaan.
Saldo rekening milik Wajib Pajak yang disita oleh petugas pajak adalah sebesar jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Apa yang harus dilakukan jika saldo rekening disita?
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023, disebutkan beberapa alasan yang dapat membatalkan tindakan pemblokiran.
Petugas pajak dapat membatalkan tindakan pemblokiran jika Wajib Pajak ingin melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak dapat dilakukan menggunakan saldo rekening yang diblokir atau harta lain yang dimiliki.
Selain itu, petugas pajak juga dapat membatalkan tindakan pemblokiran bila Wajib Pajak dapat membuktikan bahwa memang tidak mampu membayar pajak. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2023.
Baca juga: Penanggung Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
Mengurus perpajakan usaha maupun pribadi tanpa bantuan memang butuh banyak perhatian. Jika Anda merasa kesulitan, tidak perlu khawatir karena ada tim Bisa Pajak yang siap membantu. Tinggal hubungi kami dan terima beres!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!