Sebelumnya, kami sudah pernah membahas mengenai DJP yang bisa menyita saldo rekening Wajib Pajak jika tidak kunjung membayar pajak.
Namun sekarang, Menteri Keuangan menambahkan wewenang DJP agar dapat memiliki akses ke transaksi keuangan milik Wajib Pajak.
Hal tersebut telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024 yang baru diberlakukan pada 6 Agustus 2024 yang lalu.
Baca juga: Apa yang terjadi Jika Anda Tidak Bayar Pajak Penghasilan?
Wewenang tambahan DJP
Sebagai pengawas dan pelaksana aturan perpajakan di Indonesia, DJP memang memiliki wewenang untuk mengakses informasi keuangan milik Wajib Pajak pelapor. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PMK Nomor 19/PMK.03/2018.
Pada ayat selanjutnya, dijelaskan bahwa akses tersebut meliputi penyampaian laporan berisi informasi keuangan dan pemberian informasi atau bukti berdasarkan permintaan.
Seperti dalam penjelasan di awal, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, kemudian menambahkan lingkup wewenang terkait akses tersebut melalui PMK terbaru.
DJP diberikan wewenang agar dapat mengakses seluruh informasi milik Wajib Pajak, termasuk transaksi keuangan yang dilakukan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 30A ayat (3) huruf b PMK Nomor 47 Tahun 2024.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memberikan wewenang tersebut dengan tujuan untuk memperketat akses informasi keuangan demi kepentingan perpajakan.
Lalu, bagaimana DJP dapat mengakses transaksi keuangan milik Wajib Pajak? Dalam Pasal 17 PMK Nomor 19/PMK.03/2018, disebutkan bahwa lembaga keuangan pelapor wajib menyampaikan laporan informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan.
Atas laporan tersebut, DJP kemudian akan melakukan prosedur identifikasi pada setiap rekening keuangan yang dilaporkan.
Baca juga: Kenapa Perusahaan Saya Mendapat SKPKB dari DJP?
Batasan akses transaksi keuangan oleh DJP
Meskipun DJP diberikan akses ke transaksi keuangan milik Wajib Pajak, Menteri Keuangan tetap memberikan batasan-batasan.
DJP hanya dapat mengakses rekening keuangan Wajib Pajak dengan saldo paling sedikit Rp1 miliar. Hal ini tertuang dalam Pasal 19 ayat (4) PMK Nomor 19/PMK.03/2018.
Selain itu, Menteri Keuangan juga memberikan batasan terhadap lembaga keuangan pelapor jika Wajib Pajak menolak prosedur identifikasi rekening keuangan.
Dalam Pasal 10A ayat (1) PMK Nomor 47 Tahun 2024, disebutkan bahwa lembaga keuangan pelapor tidak diperbolehkan melayani Wajib Pajak tersebut untuk:
- Pembukaan rekening keuangan baru bagi orang pribadi dan/atau entitas
- Transaksi baru terkait rekening keuangan bagi pemilik rekening keuangan lama
Transaksi baru yang dimaksud adalah:
- Setoran, penarikan, transfer, pembukaan rekening atau pembuatan kontrak bagi nasabah perbankan
- Pembukaan rekening, transaksi beli atau pengalihan bagi nasabah pasar modal
- Penutupan polis baru
- Kegiatan transaksi lainnya bagi pemegang rekening keuangan lama pada lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK lainnya dan/atau entitas lain
Namun, ada beberapa transaksi yang dikecualikan dari poin di atas, yaitu:
- Pemenuhan kewajiban yang telah diperjanjikan sebelumnya antara pemilik rekening keuangan lama dengan lembaga keuangan pelapor
- Penutupan rekening
- Pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
Jika dari prosedur identifikasi yang dilakukan oleh DJP terhadap transaksi keuangan Wajib Pajak ditemukan adanya ketidaksesuaian, maka bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Oleh karena itu, pastikan Anda sudah membayar dan melaporkan pajak sesuai dengan penghasilan serta harta yang dimiliki.
Bila Anda kesulitan mengurus perpajakan pribadi maupun usaha, jangan khawatir karena ada tim Bisa Pajak yang siap membantu Anda. Langsung saja hubungi kami sekarang dan Anda tinggal terima beres!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!