Di Indonesia, pengenaan pajak dilakukan terhadap penghasilan neto. Besarnya ditentukan dengan mengurangi penghasilan bruto Wajib Pajak dengan beberapa biaya pengurang.
Ada banyak biaya yang bisa jadi pengurang PPh (Pajak Penghasilan), salah satunya adalah piutang yang tak tertagih.
Lantas, apa itu piutang yang tak tertagih dan seperti apa kriteria yang dapat dijadikan pengurang PPh? Simak selengkapnya dalam pembahasan berikut ini.
Baca juga: Ternyata, Ini Biaya yang Bisa Jadi Pengurang PPh!
Apa itu piutang yang tak tertagih?
Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) menyebutkan bahwa piutang yang tak tertagih dapat jadi pengurang PPh.
Piutang yang tak tertagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya.
Disebut tak tertagih karena memang tidak dapat ditagih meski Wajib Pajak kreditur telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Pengertian ini tertuang dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 105/PMK.03/2009.
Namun, pengertian di atas tidak lantas membuat semua piutang yang dimiliki bisa menjadi pengurang PPh.
Jika piutang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak sebagai kreditur, maka tidak termasuk dalam definisi tak tertagih. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 105/PMK.03/2009.
Baca juga: Punya Cicilan KPR, Apakah Bisa Jadi Pengurang PPh?
Syarat piutang yang tidak dapat ditagih sebagai pengurang PPh
Meskipun di perusahaan terdapat piutang yang tidak dapat ditagih, ini tidak dapat menjadi pengurang PPh bila tidak memenuhi beberapa persyaratan.
Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menyebutkan persyaratan yang dimaksud, yaitu:
- Piutang telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
- Wajib Pajak kreditur harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP
- Piutang telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan/pembebasan utang antara kreditur dan debitur; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah uang tertentu
Namun, persyaratan ketiga bersifat opsional atau pilihan. Anda atau perusahaan dapat memilih salah satu yang disyaratkan.
Misalnya, jika telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, maka Anda hanya perlu memasukkan piutang tersebut dalam laporan laba rugi.
Selanjutnya, Anda tinggal menyerahkan daftar piutang tersebut kepada DJP dalam bentuk hard copy dan soft copy. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1a) PMK Nomor 207/PMK.010/2015.
Lalu, apa saja yang harus tercantum dalam daftar piutang tersebut? Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 207/PMK.010/2015 menyebutkan daftar piutang harus mencantumkan:
- Identitas debitur berupa nama, NPWP, dan alamat
- Jumlah plafon utang yang diberikan
- Jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 207/PMK.010/2015 mengatakan bahwa pencantuman informasi tersebut juga harus disertai dengan salah satu dari dokumen berikut:
- Fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara
- Fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris
- Fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus
- Surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu yang telah disetujui oleh kreditur
Daftar piutang yang tak tertagih beserta dokumen pendukung tersebut harus Anda sampaikan bersamaan saat penyampaian SPT Tahunan.
Bila Anda kesulitan dalam mengurus perpajakan usaha atau pribadi terkait dengan piutang di atas, serahkan saja ke tim Bisa Pajak. Biar kami yang urus dan Anda tinggal terima beres!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!