Setiap usaha di Indonesia harus memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan seluruh penghasilan dalam SPT Tahunan badan. Termasuk kerugian yang dialami oleh Wajib Pajak badan.

Namun, status rugi dalam SPT Tahunan akan membuat Kantor Pajak melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak badan. Lantas, apa yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak badan atas pemeriksaan tersebut?

Baca juga: Baru Daftar NPWP Badan Akhir Tahun, Haruskah Lapor SPT Badan?

Pemeriksaan oleh DJP atas status rugi pada SPT Tahunan badan

Status rugi hanya dapat Wajib Pajak badan nyatakan dalam SPT Tahunan badan jika penghasilan bersih perusahaan negatif. Hal ini terjadi saat pendapatan perusahaan lebih kecil daripada pengeluaran.

Ketika Wajib Pajak badan mengalami kerugian fiskal dan menyatakannya dalam SPT Tahunan badan, maka DJP sebagai pengawas akan melakukan pemeriksaan.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e PMK Nomor 18/PMK.03/2021. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh DJP untuk memeriksa apakah nilai kerugian yang tercantum sudah sesuai dengan dokumen-dokumen terkait atau belum.

Ada dua jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh DJP terhadap Wajib Pajak badan tersebut, yaitu pemeriksaan lapangan atau kantor.

Setelah proses pemeriksaan selesai, maka Wajib Pajak badan akan diberikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Dalam surat tersebut, DJP akan memberitahu Anda beberapa temuan terkait status rugi pada SPT Tahunan badan.

Jika ternyata hasil temuan DJP sudah sesuai dengan laporan kerugian yang tercantum dalam SPT Tahunan badan, maka dapat dilakukan kompensasi.

Baca juga: Wajib Pajak Bisa Dapatkan Pengurangan Angsuran PPh 25

Penghitungan kompensasi atas status rugi pada SPT Tahunan badan

Atas kerugian fiskal yang dialami, Wajib Pajak badan dapat mengkompensasikan kerugian tersebut dengan penghasilan. Kompensasi tersebut dapat dilakukan mulai pada tahun pajak berikutnya selama 5 tahun berturut-turut.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Cara menghitung kompensasi kerugian fiskal cukup mudah. Anda hanya perlu mengurangkan kerugian fiskal pada tahun tersebut dengan penghasilan di tahun berikutnya.

Misalnya PT ABC mengalami kerugian fiskal pada tahun 2017 sebesar Rp500 juta. Maka, perusahaan dapat mengkompensasikan kerugian tersebut dengan penghasilan pada tahun berikutnya seperti berikut ini.

TahunKerugian (Penghasilan)
2017Rugi Rp500 juta
2018Laba Rp150 juta                               
2019Sisa Kerugian = Rp350 juta*Sisa Rugi 2019 = Rugi 2017 – Laba 2018
2020Laba Rp100 juta
2021Sisa Kerugian = Rp250 juta*Sisa Rugi 2021 = Rugi 2019 – Laba 2020
2022Laba Rp200 juta             
Sisa KerugianSisa Kerugian = Rp50 juta*Sisa Kerugian = Rugi 2021 – Laba 2022

Berdasarkan penghitungan di atas, maka PT ABC masih memiliki sisa kerugian sebesar Rp50 juta. Namun, karena batas waktu kompensasi hanya berlaku selama 5 tahun, maka PT ABC tidak dapat mengkompensasikan penghasilan pada 2023 untuk sisa kerugian fiskal tersebut.

Bagaimana jika terdapat koreksi kerugian dari DJP?

Melansir dari Kemenkeu Learning Center, jika ternyata DJP memberikan koreksi atas kerugian dalam SPT Tahunan badan, maka ada tiga keputusan yang dapat Anda pilih, yaitu:

  • Mengajukan banding dan mengompensasi kerugian sesuai nilai yang tercantum dalam SPT Tahunan badan
  • Menyetujui hasil koreksi dan melakukan pembetulan SPT Tahunan badan
  • Menunggu proses penyelesaian sengketa hingga berkekuatan hukum tetap (in kracht)

Dari ketiga pilihan tersebut, keputusan kedua adalah yang terbaik dan paling aman. Namun, keputusan ini dapat membuat kerugian fiskal yang Anda klaim dalam SPT dapat lebih kecil, nihil, atau menjadi laba.

Jika Anda mengambil keputusan pertama dan ternyata putusan banding sama dengan nilai koreksi DJP, maka pajak terutang pada tahun berikutnya akan dikurangi dengan kompensasi kerugian.

Bila mengambil pilihan ketiga, maka ada risiko Anda tidak dapat memanfaatkan kompensasi kerugian fiskal pada tahun berikutnya. Belum lagi bila prosesnya berlanjut ke tahap banding, sudah pasti akan menghabiskan waktu yang lama.

Namun, jika memang Anda ingin mengajukan keberatan, banding, atau menunggu hingga proses penyelesaian sengketa in kracht, Anda dapat menggunakan jasa tim konsultan Bisa Pajak.

Kami dapat mendampingi Anda dalam setiap prosesnya hingga selesai. Anda cukup hubungi tim kami melalui WhatsApp atau email untuk mengonsultasikan permasalahan pajak Anda.

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!