Membayar pajak atas penghasilan (PPh) yang kita peroleh sudah menjadi kewajiban sebagai Wajib Pajak orang pribadi.

Jika Anda masih single, maka pemenuhan kewajiban perpajakan menjadi urusan masing-masing individu. Namun, jika Anda sudah menikah, maka kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi tidak sama lagi.

Mulai dari penggunaan NPWP atau NIK hingga besar PPh yang dikenakan pun juga berbeda. Lalu, apa yang membedakan PPh Wajib Pajak orang pribadi sebelum dan sesudah menikah?

Baca juga: Wanita Menikah dan Bekerja, Perlu Gabung NPWP atau Tidak?

PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi 

Seperti yang kita ketahui bersama, setiap orang pribadi yang bekerja dan berpenghasilan akan dikenakan PPh pasal 21.

Pasal tersebut mengatur pengenaan pajak atas penghasilan berupa gaji, imbalan, dan sebagainya. Tarif pajak dikenakan atas penghasilan setahun dan bersifat progresif. 

Besarannya diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pengenaan tarif pajak tersebut berdasarkan jumlah penghasilan bruto yang diperoleh dalam setahun. Bila penghasilannya di bawah Rp60 juta, maka tarif yang dikenakan adalah 5%.

Namun, tarif tersebut tidak dikenakan pada penghasilan Anda secara penuh. Melainkan, hanya dikenakan terhadap selisih dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikurang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Besaran PTKP yang diperoleh setiap orang tidak sama karena menyesuaikan dengan status dari Wajib Pajak orang pribadi tersebut.

Jika belum menikah dan belum memiliki tanggungan, maka PTKP yang dikenakan adalah Rp54 juta. Bila sudah menikah, maka jumlah PTKP yang dikenakan akan semakin besar. Sehingga, pengenaan pajak akan semakin kecil.

Penghitungan PPh pasal 21 sebelum dan sesudah menikah 

Dalam pembahasan awal, sudah dijelaskan bahwa perpajakan Wajib Pajak orang pribadi yang sudah menikah tidak sama seperti saat masih lajang.

Sebelum menikah, kewajiban perpajakan menjadi urusan pribadi masing-masing. Namun, ketika Anda sudah menikah, maka kewajiban perpajakan suami dan istri akan digabung.

Hal ini karena hukum perpajakan di Indonesia melihat keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi. Sehingga, urusan tersebut hanya dilakukan oleh suami sebagai kepala keluarga.

Oleh karena itu pula, pemerintah mengharuskan wanita yang sudah menikah untuk menggabungkan NPWP miliknya dengan suami. Kecuali bila Anda menginginkan pemisahan kewajiban perpajakan dengan perjanjian pisah harta.

Lantas, bila kewajiban perpajakannya menjadi satu, apakah pajak yang dikenakan sesudah menikah lebih tinggi atau lebih rendah? 

Baca juga: Suami Istri Gabung NPWP, Begini Cara Lapor SPT Gabungan!

Penghitungan PPh pasal 21 sebelum menikah

Sebelum menikah, pemenuhan kewajiban perpajakan menjadi tanggung jawab setiap masing-masing individu. Sehingga, penghitungannya juga masih seperti biasa.

Agar lebih jelas, Anda dapat simak contoh kasus berikut ini!

Panji merupakan seorang karyawan swasta dan penghasilannya dalam setahun adalah sebesar Rp200.000.000. Saat ini, ia belum menikah dan belum memiliki tanggungan apa pun. Berapa pajak yang dikenakan terhadap penghasilan Panji?

Karena penghasilannya mencapai Rp60 juta dalam setahun, maka Panji dikenakan tarif pajak sebesar 15%.

Lalu, dikatakan juga bahwa Panji belum menikah dan belum memiliki tanggungan apa pun. Untuk itu, Panji akan dikenakan PTKP sebesar Rp54 juta.

Sehingga, pajak yang harus dibayar oleh Panji adalah sebesar:

Penghasilan Kena Pajak (PKP)= Rp200.000.000 – Rp54.000.000= Rp146.000.000
Besar PPh yang dikenakan dalam setahun= (Rp60.000.000 x 5%) + (Rp86.000.000 x 15%)= Rp3.000.000 + Rp12.900.000= Rp15.900.000

Penghitungan PPh pasal 21 sesudah menikah

Dalam pembahasan sebelumnya, dijelaskan bahwa besar PTKP akan semakin meningkat sesuai dengan status perkawinan dan tanggungan ekonomi Wajib Pajak orang pribadi.

Jika sebelum menikah Anda mendapatkan PTKP sebesar Rp54 juta, maka besarannya akan bertambah sesudah Anda menikah.

Namun, besar pajak yang dikenakan akan berbeda antara suami-istri yang menggabungkan NPWP dan yang memilih untuk pisah NPWP. Agar lebih jelas, Anda bisa menyimak contoh berikut.

a. NPWP digabung

Panji sudah menikah dengan Lastri pada 2016 dan memiliki 2 anak. Panji bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan setahun Rp200 juta. Sedangkan, Lastri yang juga bekerja sebagai karyawan swasta memperoleh penghasilan Rp150 juta setahun.

Karena NPWP keduanya digabung, maka urusan kewajiban perpajakan keluarga dilakukan oleh Panji. Sehingga, seperti ini penghitungan pajak keduanya!

Pertama, kita akan cari pajak Panji dengan cara berikut:

Penghasilan Kena Pajak (PKP)(PTKP K/2 = Rp67.500.000)= Rp200.000.000 – Rp67.500.000= Rp132.500.000
Besar PPh yang dikenakan dalam setahun= (Rp60.000.000 x 5%) + (Rp72.500.000 x 15%)= Rp3.000.000 + 10.875.000= Rp13.875.000

Lalu, kita akan cari pajak Lastri dengan cara berikut:

Penghasilan Kena Pajak (PKP)(PTKP TK/0 = Rp54.000.000)= Rp150.000.000 – Rp54.000.000= Rp96.000.000
Besar PPh yang dikenakan dalam setahun= (Rp60.000.000 x 5%) + (Rp36.000.000 x 15%)= Rp3.000.000 + 5.400.000= Rp8.400.000

Karena pajak Panji dan Lastri telah dipotong oleh perusahaan masing-masing, maka keduanya hanya perlu melaporkan bukti potong dalam SPT Tahunan suami.

b. NPWP dipisah

Panji dan Lastri memutuskan untuk memisah kewajiban perpajakannya melalui perjanjian pisah harta. Sehingga, keduanya memiliki NPWP terpisah dan masing-masing akan dikenakan PTKP KI/2. Lantas, berapa pajak yang dibayarkan oleh Panji dan Lastri?

Pertama, kita harus mencari besar pajak keduanya, yaitu:

Penghasilan bruto dalam setahun= Rp200.000.000 + Rp150.000.000= Rp350.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP)(PTKP KI/2 = Rp121.500.000)= Rp350.000.000 – Rp121.500.000= Rp228.500.000
Besar PPh gabungan yang dikenakan= (Rp60.000.000 x 5%) + (168.500.000 x 15%)= Rp3.000.000 + Rp25.275.000= Rp28.275.000

Sekarang, kita akan cari pajak yang harus dibayar oleh Panji dan Lastri.

Besar PPh yang dikenakan terhadap Panji dalam setahun= (Rp200.000.000 : Rp350.000.000) x Rp28.275.000= Rp16.157.142
Besar PPh yang dikenakan terhadap Lastri dalam setahun= (Rp150.000.000 : Rp350.000.000) x Rp28.275.000= Rp12.117.857

Karena perusahaan Panji dan Lastri telah memotong sesuai dengan PPh masing-masing, maka muncul kurang bayar. Pajak terutang tersebut harus dicicil oleh Panji dan Lastri setiap bulan di tahun pajak berikutnya.

Bila melihat penghitungan PPh sebelum dan sesudah menikah, maka dapat terlihat pajak mana yang lebih kecil. Ketika sudah menikah, maka besar pajak yang dikenakan akan semakin kecil.

Namun, jika Anda memutuskan untuk pisah NPWP, maka jumlah pajak yang Anda bayarkan justru lebih besar. 

Baca juga: NIK Sah Jadi NPWP, Bagaimana Perpajakan Suami Istri?

Bila Anda mengalami kesulitan dalam mengurus perpajakan pribadi, Anda dapat konsultasikan dengan tim konsultan Bisa Pajak. Silakan hubungi kami melalui WhatsApp atau email.

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!