Sebagai pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak), ada salah satu kewajiban yang harus dilakukan, yaitu menyetorkan pungutan PPN ke negara.

Pada dasarnya, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli yang dilakukan oleh PKP. 

Pajak tersebut akan dipungut oleh pengusaha dari pembeli atau pengguna akhir barang maupun jasa yang dijual.

Namun, ada 2 faktor penghitung untuk mendapatkan jumlah PPN terutang, yaitu pajak masukan dan pajak keluaran. Lantas, apa itu pajak masukan dan pajak keluaran? 

Baca juga: Apa Bedanya Dibebaskan dan Tidak Dipungut PPN? 

Pajak masukan dalam PPN

Menurut Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak masukan adalah PPN yang seharusnya dibayar oleh PKP atas:

  • Perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)
  • Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
  • Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
  • Impor BKP

Pajak tersebut harus dibayar oleh PKP sebagai pembeli atau pengguna akhir atas barang maupun jasa yang dibeli untuk kepentingan usahanya.

Sama seperti PPN yang dikenakan terhadap para pembeli atau pengguna akhir lainnya, pajak tersebut akan dikenakan terhadap setiap transaksi pembelian yang dilakukan oleh PKP.

Misalnya, PKP ingin membeli bahan material untuk pembuatan produk pakaian. Maka, PKP harus membayar PPN atas transaksi pembelian tersebut.

Pajak masukan tersebut dapat dijadikan kredit oleh PKP untuk menjadi pengurang dari PPN terutang.

Oleh karena itu, pajak masukan memiliki karakteristik dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.

Baca juga: Buka Bisnis Kuliner, Ada yang Kena PPN dan Pajak Restoran

Pengkreditan pajak masukan 

Seperti yang sudah dijelaskan, PKP dapat melakukan pengkreditan atas pajak masukan dan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.

Jika pajak masukan tersebut belum dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama, maka PKP dapat mengkreditkannya paling lama 3 bulan setelah masa pajak berakhir. Hal ini berdasarkan PMK Nomor 118/PMK.03/2021.

Bagaimana bila PKP belum melakukan produksi? Jika seperti ini, maka PKP dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang modalnya.

Akan tetapi, meski pemerintah memperbolehkan PKP untuk mengkreditkan pajak masukan, ada beberapa beberapa perolehan yang tidak dapat dikreditkan, yaitu:

  • Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi PKP
  • Perolehan BKP atau JKP yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha
  • Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor, termasuk sedan dan station wagon, kecuali barang dagangan atau disewakan
  • Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi PKP
  • Perolehan BKP dan JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi kriteria
  • Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi kriteria
  • Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang ditagih melalui penerbitan ketetapan pajak
  • Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN
  • Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP melakukan kegiatan produksi

Pajak keluaran dalam PPN

Dalam penjelasan di atas, Anda dapat menemukan istilah pajak keluaran dalam pengkreditan pajak masukan.

Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP atas setiap barang atau jasa yang dijual. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 25 UU PPN dan PPnBM.

Seperti penjelasan di awal, PPN tersebut dipungut oleh PKP dari pembeli atau pengguna akhir yang membeli produk yang dijual meliputi:

  • Penyerahan BKP dan JKP
  • Ekspor BKP berwujud
  • Ekspor BKP tidak berwujud
  • Ekspor JKP

Besaran pajak yang dikenakan adalah 11% sesuai dengan aturan baru dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Pajak 11% tersebut dihitung dari harga jual, penggantian, nilai impor dan ekspor, atau nilai lain yang digunakan sebagai dasar penghitungan PPN terutang.

Atas PPN terutang yang telah dipungut dan disetorkan, PKP harus melaporkannya dalam SPT Masa PPN setiap bulan melalui DJP Online. Selain SPT Masa PPN, PKP juga harus melaporkan dalam SPT Tahunan badan.

Baca juga: Buka Restoran Harus Bayar 2 Jenis Pajak ke Pemerintah

Bila Anda merasa kesulitan dalam pelaporan SPT Masa dan Tahunan badan, Anda dapat konsultasikan dengan tim konsultan Bisa Pajak. Silakan hubungi kami melalui WhatsApp atau email.

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!