Jika Anda melakukan usaha sewa bangunan seperti kontrakan atau penyewaan ruko, maka wajib membayar PPh (Pajak Penghasilan) ke negara.

Namun, penghasilan atas usaha sewa bangunan tersebut dikenakan tarif PPh tersendiri yang bersifat final.

Lalu, bagaimana ketentuan terkait pengenaannya? Simak selengkapnya dalam pembahasan berikut ini.

Baca juga: Bangun Kos-Kosan, Ini Pajak yang Harus Anda Bayar!

Ketentuan PPh final atas sewa bangunan

Ketika pemilik bangunan menyewakan bangunan atau tanahnya kepada penyewa, maka atas penghasilan yang diperoleh tersebut akan dikenakan PPh.

Bila melihat pada ketentuan yang berlaku, penghasilan atas sewa bangunan termasuk dalam objek PPh final. 

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Oleh karena itu, Wajib Pajak yang melakukan usaha sewa bangunan atau tanah dikenakan tarif PPh final yang diatur secara terpisah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017.

Namun, ketentuan tersebut mengatur bahwa tarif PPh final ini juga dikenakan terhadap penghasilan dari investor atas pelaksanaan perjanjian bangun guna serah, meliputi:

  • Penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian bangun guna serah
  • Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian bangun guna serah berakhir
  • Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian bangun guna serah berakhir, dan/atau
  • Penghasilan lain terkait perjanjian bangun guna serah, termasuk pembayaran terkait bagi hasil penggunaan bangunan dan denda perjanjian bangun guna serah

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 4 Ayat (2) dan Tarifnya

Besar tarif PPh final atas sewa bangunan

Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 34 Tahun 2017 mengatur besar tarif PPh final atas sewa bangunan dan tanah adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai penyewaan.

Jumlah bruto tersebut merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk:

  • Biaya perawatan
  • Biaya pemeliharaan
  • Biaya keamanan
  • Biaya layanan
  • Biaya fasilitas lainnya
  • Service charge

Siapa yang memotong PPh final atas sewa bangunan?

Bila melihat pada Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 34 Tahun 2017, maka yang seharusnya memotong PPh final sebesar 10% adalah penyewa yang ditunjuk sebagai pemotong.

Pihak pemotong tersebut meliputi:

  • Badan pemerintah
  • Subjek pajak badan dalam negeri
  • Penyelenggara kegiatan
  • BUT (Bentuk Usaha Tetap)
  • Kerja sama operasi
  • Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
  • Orang pribadi tertentu sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh DJP

Bagaimana jika penyewa bukan pemotong pajak? Maka, PPh yang terutang tersebut harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan atas sewa bangunan.

PPh final yang sudah dipotong tersebut harus disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat pembayaran atau terutangnya sewa. Namun, bila disetorkan sendiri, maka paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.

Penyetoran tersebut juga harus dilaporkan melalui e-Bupot Unifikasi paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah pembayaran atau terutangnya sewa.

Baca juga: Wajib Bayar PPN Saat Membangun Bangunan

Namun, bila Anda kesulitan mengurus perpajakan pribadi maupun usaha, jangan khawatir karena tim Bisa Pajak siap membantu. Anda bisa langsung hubungi kami dan tinggal terima beres!

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!