Setiap orang yang menjalankan usaha maka wajib menyetorkan dan melaporkan pajak dalam SPT Tahunan setiap tanggal 30 April sebagai Wajib Pajak badan.
Dalam dunia perpajakan, Wajib Pajak badan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu PKP dan Non PKP. Meski sama-sama menjalankan usaha, tetapi kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh keduanya berbeda.
Lantas, apa perbedaan Wajib Pajak badan PKP dan Non PKP? Apakah hak yang dijalankan oleh keduanya juga berbeda? Mari cari tahu jawabannya dalam pembahasan berikut ini.
Baca juga: Lampiran yang Perlu Disertakan dalam SPT Tahunan Badan
Apa itu PKP dan Non PKP?
Sebelum melihat perbedaan PKP dan Non PKP, Anda harus mengetahui lebih dulu pengertian dari kedua Wajib Pajak tersebut.
Bila melihat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak.
Sedangkan, Non PKP adalah pengusaha pribadi, perorangan, maupun badan yang belum dikukuhkan menjadi PKP.
Perbedaan PKP dan Non PKP
Bila melihat dari pengertian di atas, mungkin Anda berpikir bahwa perbedaan antara PKP dan Non PKP hanya pada statusnya.
Namun, sebetulnya kewajiban serta hak yang diperoleh cukup berbeda. Agar lebih jelas, mari simak penjelasan berikut ini.
1. Syarat
Dalam pengertian di atas, PKP didefinisikan sebagai pengusaha yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang dikenai pajak. Sedangkan, Non PKP adalah pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP.
Melihat dari definisi tersebut, Anda dapat mengetahui bahwa PKP merupakan status yang diberikan kepada suatu badan usaha.
Oleh karena itu, ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh badan usaha untuk mendapatkan status PKP, sebagai berikut:
- Telah mencapai omzet lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun
- Mendaftarkan diri ke Kantor Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
Bagaimana bila pengusaha belum mencapai omzet yang disyaratkan? Jika seperti ini, maka pengusaha akan dimasukkan dalam klasifikasi pengusaha kecil dan Non PKP. Hal ini sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 197/PMK.03/2013.
Jika omzet telah mencapai sesuai persyaratan, maka pengusaha dapat mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Akan tetapi, bila omzet turun menjadi di bawah Rp4,8 miliar, maka pengusaha diperbolehkan untuk mengajukan pencabutan status sebagai PKP.
Baca juga: Sudah Dikukuhkan sebagai PKP, Pengusaha Wajib Lapor Ini!
2. Kewajiban
Pada dasarnya, kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh PKP dan Non PKP tidak jauh berbeda. Keduanya sama-sama harus menyetorkan PPh dan melaporkannya dalam SPT Tahunan badan.
Namun, yang membuat berbeda adalah PKP wajib memungut PPN atas barang serta jasa yang diperdagangkan dan membuat faktur pajak. Sedangkan, Non PKP tidak diperbolehkan untuk menjalankan kewajiban tersebut.
Pemungutan tersebut dilakukan terhadap pengguna akhir atau pembeli. Atas PPN dan PPnBM yang telah dipungut, PKP diwajibkan untuk menyetorkan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) serta melaporkan kepada negara melalui SPT Masa PPN setiap bulan.
Selanjutnya, bukti pungutan atas PPN yang telah dilakukan harus dilaporkan pada negara dengan membuat faktur pajak dan mengunggahnya di DJP setiap tanggal 15 bulan berikutnya.
3. Hak dan keuntungan
Karena kewajiban antara PKP dan Non PKP berbeda, maka keduanya juga mendapatkan hak dan keuntungan yang berbeda.
Sebagai pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, pemerintah akan memberikan hak kepada Wajib Pajak badan berupa:
- Dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan BKP dan JKP
- Boleh mengajukan restitusi maupun kompensasi atas PPN yang lebih bayar
Selain mendapatkan hak di atas, PKP juga dapat merasakan sederet keuntungan seperti:
- Kredibilitas perusahaan meningkat berkat status legalitas yang lebih baik di mata hukum
- Dianggap sebagai perusahaan yang taat dan tertib pajak
- Status PKP membuat jangkauan bisnis bisa jadi lebih luas dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan lain
- Bisa melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah yang tentunya dapat memberikan keuntungan
- Biaya terkait produksi jadi lebih efisien karena PPN dikenakan pada konsumen atau pengguna akhir
Sedangkan, pengusaha yang belum dikukuhkan menjadi PKP tidak dapat merasakan hak dan keuntungan di atas.
Perbedaan kewajiban serta hak di atas tentu membuat cara pelaporan pajak dalam SPT Tahunan badan antara PKP dan Non PKP juga berbeda. Misalnya seperti PKP yang harus menyertakan pemungutan PPN, sedangkan Non PKP tidak.
Bila Anda merasa kesulitan dalam mengurus urusan perpajakan sebagai PKP, serahkan saja pada tim konsultan Bisa Pajak. Anda dapat hubungi tim kami melalui WhatsApp atau email.
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia dan promo layanan Bisa Pajak melalui media sosial kami!