Secara perkembangan teknologi secara pesat membawa perubahan dalam segala aspek kehidupan manusia. Menyikapi perkembangan teknologi dengan program pengurangan emisi karbon, Indonesia memberikan peluang kepada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang industri transportasi agar memproduksi kendaraan berbasis listrik.

Tidak heran, banyak kendaraan bermotor listrik yang melintas di jalanan. Berbagai merek dengan warna dan tipe yang berbeda menambah keragaman moda transportasi di Indonesia. Pemerintah sendiri mulai menggerakkan program pengadaan kendaraan dinas dengan memprioritaskan pada pemilihan kendaraan yang bertenaga listrik.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam mendorong pembangunan sarana dan prasarana yang yang dibutuhkan oleh kendaraan listrik. Salah satunya adalah penyediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) sebagai tempat charger mobil. Situs web resmi Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebutkan, jumlah SPKLU yang disediakan oleh PLN sepanjang tahun 2024 sebanyak 3.233 unit dengan lokasi tersebar di seluruh Indonesia.

Insentif Pajak

Di samping perluasan sarana dan prasarana, pemerintah juga menghadirkan kebijakan berupa pemberian insentif perpajakan atas transaksi mobil listrik dalam bentuk pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Kebijakan ini sudah berjalan sejak tahun 2023 dengan tujuan untuk mendukung program kendaraan bermotor emisi karbon rendah dan untuk mendorong efek pengganda pertumbuhan ekonomi nasional.

Pemerintah kembali memberikan insentif PPN DTP atas mobil listrik melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025 berbunyi “pajak pertambahan nilai atas penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai bus tertentu serta pajak penjualan atas barang mewah atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor roda empat emisi karbon rendah listrik tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2025”, Insentif ini disediakan pemerintah dalam bentuk subsidi belanja yang dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025. Insentif ini bersifat terbatas dan hanya diberikan atas penjualan kendaraan listrik yang terjadi selama tahun 2025.

Bentuk keterbatasan pemberian insentif ini diberlakukan atas penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda empat tertentu dan/atau KBLBB bus tertentu yang memenuhi kriteria berdasarkan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Nilai TKDN ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dengan nilai paling rendah 40%.

Perusahaan yang menjual produk KBLBB dengan mode dan tipe tersebut, mempunyai kewajiban untuk membuat faktur pajak dan laporan realisasi PPN DTP. Perusahaan membuat dua faktur pajak yang terdiri dari faktur pajak dengan kode transaksi 01 dan kode transaksi 07. Dalam faktur pajak tersebut wajib dicantumkan informasi terkait kendaraan dan keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH SESUAI PMK NOMOR 12 TAHUN 2025”.

Laporan ini berupa faktur pajak dengan kode transaksi 07 yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) masa PPN. Jadi pelaporan dan pembetulan SPT masa PPN atas penyerahan KBLBB roda empat tertentu untuk masa pajak Januari 2025 sampai dengan Desember 2025 diperlakukan sebagai laporan realisasi sepanjang disampaikan sebelum 31 Januari 2026.

Sementara, bagi pembeli yang merupakan konsumen akhir, insentif PPN DTP yang diperoleh adalah sebesar 10% dari tarif PPN yang berlaku sebesar 12%. Sehingga konsumen hanya membayar PPN sebesar 2% dari nilai transaksi penjualan mobil listrik yang memenuhi KBLBB tersebut.

Untuk memberikan kemudahan dalam memahami PMK di atas, berikut diilustrasikan penghitungan PPN DTP atas transaksi penjualan KBLBB roda empat tersebut. “Bapak Susilo membeli 1 unit mobil listrik senilai Rp750 juta pada bulan Januari 2025”. Atas transaksi ini, pihak perusahaan penjual mobil menerbitkan 2 (dua) faktur yakni dengan kode transaksi 01 dengan nilai PPN sebesar Rp15 juta (12% x 2/12 x Rp750 juta) dan kode transaksi 07 dengan nilai PPN DTP sebesar Rp75 juta (12% x 10/12 x Rp750 juta). Jadi jumlah PPN yang dibayar oleh Bapak Susilo adalah sebesar Rp15 juta dari Rp90 juta.

Bila Anda kesulitan mengurus pajak pribadi maupun usaha, biar tim Bisa Pajak yang hitung, setor, dan laporkan pajak. Anda dapat jadwalkan konsultasi pajak online gratis atau langsung chat admin konsultan pajak kami sekarang! Untuk informasi lebih lanjut tentang perpajakan bisa langsung menghubungi Hotline kami di 0858-8336-6001

|Apa Itu Utang Pajak ?

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!