Pajak penghasilan atau PPh merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi maupun badan. Ada beberapa jenis PPh yang berlaku, salah satunya adalah PPh 22.

Namun, pajak penghasilan Pasal 22 tersebut memiliki objek pajak yang berbeda dari jenis PPh lainnya. Hanya kegiatan tertentu yang dikenakan PPh jenis tersebut.

Agar lebih jelas, mari simak pembahasan berikut ini tentang pajak penghasilan Pasal 22.

Baca juga: Mengenal Apa Itu PPh Pasal 23 dan Tarif Pajaknya

Apa itu PPh 22?

PPh 22 atau pajak penghasilan Pasal 22 adalah pemungutan pajak oleh satu pihak terhadap Wajib Pajak atas penghasilan dari kegiatan perdagangan barang.

Dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dijelaskan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan:

  • Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang
  • Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
  • Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Berdasarkan pasal tersebut, maka ada 2 jenis PPh 22 yang berlaku di Indonesia, yaitu:

  • PPh 22 umum
  • PPh 22 bendaharawan/BUMN

Pajak penghasilan Pasal 22 umum dikenakan terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, maupun re-impor.

Sedangkan, pajak penghasilan Pasal 22 bendaharawan/BUMN merupakan pemungutan yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah atau BUMN atas penyerahan barang. 

Bedanya, bendaharawan memungut pajak atas penyerahan barang yang dibiayai dari APBN atau APBD. Sedangkan, BUMN memungut pajak atas pembayaran atau penyerahan barang.

Baca juga: Anda Bisa Kena PPh Pasal 22 Kalau Beli Barang Ini, Lho!

Objek pajak Pasal 22

Pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34/PMK.010/2017.

Dalam PMK tersebut, pemerintah mengatur batasan objek pajak yang dikenakan Pasal 22, yaitu:

  1. Impor dan ekspor barang oleh eksportir atas komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
  2. Pembayaran atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah pada pemerintah pusat, daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga negara lainnya
  3. Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran
  4. Pembayaran atas pembelian barang pada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung oleh KPA dan pejabat penerbit surat perintah yang didelegasikan oleh KPA
  5. Pembayaran atas pembelian barang untuk kegiatan usaha BUMN
  6. Penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri oleh badan usaha di bidang industri semen, kertas, baja, hulu, otomotif, dan farmasi
  7. Penjualan kendaraan bermotor dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
  8. Penjualan migas oleh importir atau produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
  9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul sesuai keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir di bidang kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
  10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan seperti pesawat terbang pribadi, kapal pesiar, yacht, dan sebagainya sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 92/PMK/2019  

Pengecualian Pasal 22

Meskipun Pasal 22 memberlakukan pajak atas kegiatan perdagangan barang seperti impor, ekspor, dan re-impor, tetapi ada beberapa yang dikecualikan oleh pemerintah, yaitu:

  1. Impor dan/atau penyerahan barang tertentu dalam peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, tetapi harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan DJP
  2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk yang:
  • Dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE)
  • Termasuk dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1988 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973
  • Merupakan kiriman hadiah
  • Dilakukan untuk tujuan keilmuan
  1. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan pada APBN/APBD yang jumlahnya kurang dari Rp2 juta
  2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, telepon, dan benda-benda pos

Baca juga: Segini Besar Tarif PPh Badan dan Cara Hitungnya

Tarif PPh 22

Karena pajak penghasilan Pasal 22 dikenakan terhadap beberapa kegiatan perdagangan barang seperti ekspor, impor, dan pembelian barang, maka ada beberapa tarif yang dikenakan. 

Hal ini sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 34/PMK.010/2017. Berikut rinciannya: 

  1. Tarif atas impor
  • 10% untuk pembebanan tunggal dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan API (Angka Pengenal Importir) untuk barang tertentu dalam Lampiran I PMK 34/2017
  • 2,5% dari nilai impor untuk importir yang menggunakan API 
  • 7,5% dari nilai impor untuk importir non-API
  • 7,5% dari harga jual lelang untuk importir yang tidak dikuasai
  1. Tarif sebesar 1,5% atas pembelian barang (tidak termasuk PPN dan tidak bersifat final) yang dilakukan oleh:
  • Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan
  • Bendahara Pemerintah 
  • BUMN/BUMD
  1. Tarif atas penjualan hasil produksi tertentu yang dihitung dari DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN dan tidak bersifat final
  • 0,1% untuk kertas
  • 0,25% untuk semen
  • 0,3% untuk baja
  • 0,45% untuk otomotif
  • 0,3% untuk semua jenis obat
  1. Tarif untuk hasil produksi migas (tidak termasuk PPN)
  • 0,25% untuk penjualan pada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak perusahaannya
  • 0,3% untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaannya
  • 0,3% untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari Pertamina maupun perusahaan lain
  • 0,3% untuk penjualan bahan bakar gas
  • 0,3% untuk pelumas
  1. Tarif untuk pembelian kebutuhan industri atau ekspor sebesar 0,25%
  2. Tarif untuk impor komoditas oleh importir yang menggunakan API sebesar 0,5%
  3. Tarif untuk ekspor komoditas tambang oleh eksportir sebesar 1,5%
  4. Tarif untuk penjualan kendaraan bermotor
  5. Tarif atas penjualan emas batangan oleh badan usaha sebesar 0,45%
  6. Tarif atas penjualan barang mewah
  • 1% untuk rumah senilai lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2
  • 1% untuk apartemen, kondominium, dan sejenisnya senilai lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2
  • 5% untuk pesawat terbang pribadi, helikopter, kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
  • 5% untuk kendaraan bermotor roda 4 dengan kapasitas penumpang kurang dari 10 orang seperti sedan, minibus, dan sejenisnya, senilai lebih dari Rp2 miliar atau kapasitas mesin lebih dari 3000cc
  • 5% untuk kendaraan bermotor roda 2 dan 3 senilai lebih dari Rp300 juta atau kapasitas mesin lebih dari 250cc 

Tarif pajak tersebut akan dikenakan pada subjek pajak sesuai dengan kegiatan perdagangan barang yang dilakukan. Namun, subjek pajak akan dikenakan tarif 100% lebih tinggi jika tidak memiliki NPWP.

Bila Anda kesulitan untuk mengurus perpajakan badan terkait PPh 22, Anda dapat konsultasikan dengan tim konsultan Bisa Pajak melalui WhatsApp atau email.

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!