Dalam perpajakan, setiap UMKM di Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan pencatatan keuangan atas bisnisnya.
Fungsi dari pencatatan tersebut adalah untuk digunakan sebagai dasar penghitungan penghasilan yang akan dikenakan pajak.
Jika Anda juga merupakan UMKM dan bingung cara melakukan pencatatan, Anda bisa menyimak penjelasan selengkapnya dalam pembahasan berikut ini!
Baca juga: Jangan Salah Buat, Ini Bedanya Pembukuan dan Pencatatan Pajak!
Ketentuan pencatatan keuangan UMKM
Pada dasarnya, setiap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha maupun pekerjaan bebas wajib untuk melakukan pembukuan.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 54/PMK.03/2021.
Seperti pada pembahasan di atas, tujuannya digunakan sebagai DPP (Dasar Penghitungan Penghasilan) dalam penghitungan PPh (Pajak Penghasilan).
Namun, Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 54/PMK.03/2021 mengecualikan beberapa kriteria Wajib Pajak dari kewajiban tersebut, yaitu:
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto menggunakan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto)
- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan
- Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu
Karena dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, maka Wajib Pajak di atas wajib untuk melakukan pencatatan keuangan.
Lalu, bagaimana dengan UMKM? Apakah harus melakukan pembukuan atau pencatatan?
Bila UMKM dijalankan atau dikelola oleh Wajib Pajak orang pribadi dan belum berstatus sebagai Wajib Pajak badan, maka silakan melakukan pencatatan saja. Hal ini karena UMKM yang Anda jalankan masih termasuk dalam kriteria Wajib Pajak di atas.
Baca juga: Punya 2 Usaha dengan 1 NPWP, Pajak Digabung atau Pisah?
Cara melakukan pencatatan bagi UMKM
Pada intinya, isi dari pencatatan adalah data keuangan Wajib Pajak yang dikumpulkan secara teratur sebagai DPP untuk menghitung pajak terutang.
Pasal 3 ayat (2) PMK Nomor 54/PMK.03/2021 menyebutkan bahwa pencatatan harus dilakukan:
- Dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan
- Di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan satuan mata uang rupiah sebesar nilai sebenarnya dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan
- Dalam suatu tahun pajak berupa jangka waktu 1 tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember
- Secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto
Lalu, bagaimana cara UMKM melakukan pencatatan? Dalam Pasal 7 ayat (1) PMK Nomor 54/PMK.03/2021 menjelaskan tentang data apa saja yang harus ada di dalam pencatatan sesuai dengan kriteria Wajib Pajak tersebut.
Berikut penjelasannya!
1. Pencatatan bagi Wajib Pajak yang menggunakan NPPN
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang:
- Melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
- Memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar/tahun, dan
- Menggunakan NPPN dengan pemberitahuan
Maka, wajib melakukan pencatatan yang isinya meliputi:
- Peredaran bruto yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final
- Penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut, dan/atau
- Peredaran dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari dalam maupun luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
Baca juga: Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM Bisa Menggunakan NPPN Setelah PPh Final UMKM Sudah 7 Tahun
2. Pencatatan bagi Wajib Pajak kriteria tertentu
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang:
- Melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan
- Memiliki peredaran bruto secara keseluruhan dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek pajak dan tidak lebih dari Rp4,8 miliar/tahun
Maka, wajib untuk melakukan pencatatan yang isinya meliputi:
- Penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut, dan/atau
- Peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
Bagaimana bila ada 2 jenis usaha yang dijalankan? Maka, Anda dapat melakukan 1 pencatatan dengan menggambarkan secara jelas setiap jenis atau tempat usaha yang Anda jalankan.
Namun, jika Anda kesulitan untuk mengurus perpajakan dan pencatatan UMKM, jangan khawatir karena tim Bisa Pajak siap membantu. Anda bisa langsung hubungi kami dan tinggal terima beres!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!