Penulis buku adalah salah satu profesi yang penghitungan pajaknya cukup rumit. Ini karena penulis merupakan salah satu bentuk pekerjaan bebas yang memiliki penghasilan berupa royalti. Oleh karena itu, seharusnya penghitungan pajak penghasilan penulis buku menggunakan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto) dan tarif PPh Pasal 23.
Namun, pada praktiknya, aturan perpajakan yang berlaku untuk para penulis buku tidak memberikan keadilan. Hal ini lantaran otoritas pajak menilai bahwa royalti bukan termasuk penghasilan. Sehingga, terdapat penafsiran yang berbeda terhadap penggunaan NPPN bagi penulis buku.
Baca juga: Kenapa Sudah Bayar Pajak tapi Status SPT Masih Kurang Bayar?
Penghitungan PPh 23 untuk royalti membebankan penulis buku
Sebagai profesi yang menghasilkan karya berupa buku, penulis memiliki penghasilan utama berupa royalti. Sehingga, bila menilik pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, maka royalti penulis buku akan dikenai tarif efektif PPh Pasal 23 sebesar 15%.
Pemotongan untuk tarif ini tentunya tidak termasuk pada penghasilan penulis buku yang lainnya seperti honorarium, gaji, hadiah, dan sebagainya. Pemotongan ini akan dilakukan oleh penerbit sebagai cicilan pembayaran pajak.
Selanjutnya, penulis buku akan menghitung pajak atas seluruh penghasilannya menggunakan tarif progresif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Untuk menghitung pajak atas penghasilannya, penulis buku yang penghasilan brutonya di bawah Rp4,8 miliar, diperbolehkan untuk menggunakan NPPN sebesar 50%.
Namun, pada praktiknya, hal ini kurang adil bagi para penulis buku di Indonesia. Lantaran, royalti yang penulis buku dapatkan hanya 10% dari penjualan. Lalu, masih harus dipotong pajak sebesar 15% dan tambahan pajak progresif.
Dengan menggunakan tarif pemotongan ini, penghitungan pajak penghasilan bagi penulis buku justru akan berpotensi lebih bayar.
Selain itu, penggunaan NPPN sempat menuai banyak pendapat lantaran otoritas pajak menilai bahwa royalti bukan termasuk penghasilan. Sehingga, tidak dapat dihitung menggunakan NPPN sebesar 50%.
Baca juga: Begini Cara Menghitung Pajak Freelancer
Bagaimana ketentuan pajak penghasilan penulis buku yang terbaru?
Atas permasalahan ini, Direktur Jenderal Pajak kemudian mengeluarkan Surat Dirjen Pajak Nomor: S-639/PJ.03/2017. Surat ini dikeluarkan untuk menegaskan terkait penggunaan NPPN sebesar 50% adalah untuk seluruh penghasilan penulis buku, termasuk royalti.
Namun, Surat Dirjen Pajak secara hierarki tidak memiliki kekuatan hukum. Oleh karena itu, Dirjen Pajak kemudian mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2023 untuk memberikan kekuatan hukum terhadap Surat Dirjen Pajak tersebut.
Selain itu, Dirjen Pajak juga menurunkan tarif PPh 23 untuk royalti dengan penghitungan pengenaan tarif PPh 15% dari 40% penghasilan brutonya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2023.
Sehingga, tarif pajak royalti turun menjadi 6%. Dengan begitu, ketentuan pajak untuk penulis buku dan pekerja seni lain yang penghasilan utamanya berupa royalti dapat lebih adil.
Seluruh penghitungan pajak ini kemudian dapat Anda laporkan dalam SPT Tahunan pada bagian penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan bebas.
Jika terdapat kendala dalam pelaporan SPT Tahunan atau masalah perpajakan lainnya, Anda dapat menghubungi tim kami untuk berkonsultasi. Silahkan hubungi tim Bisa Pajak melalui WhatsApp atau email.
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar perpajakan melalui berbagai media sosial kami!