Setiap orang yang bekerja dan berpenghasilan di Indonesia, wajib untuk membayar dan melaporkan pajak melalui SPT Tahunan.

Jika Wajib Pajak tidak membayar pajak, maka Menteri Keuangan (MenKeu) akan lakukan berbagai tindakan penagihan pajak. Salah satunya adalah dengan menetapkan keputusan pencegahan.

Lantas, apa itu tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan? Mari simak jawabannya dalam pembahasan berikut ini.

Baca juga: Wajib Pajak Tidak Melaporkan SPT Tahunan Bisa Terkena Sanksi

Apa itu pencegahan?

Sebetulnya, Menteri Keuangan melakukan tindakan pencegahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dalam Pasal 1 angka 28 UU Keimigrasian, pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari wilayah Indonesia karena alasan tertentu.

Larangan tersebut dapat dikeluarkan bagi WNI maupun WNA yang berada di wilayah Indonesia. 

Adapun pelaksanaan pencegahan tersebut harus dengan alasan yang jelas. Mengingat hal ini berkaitan dengan penghormatan HAM dari orang tersebut.

Oleh karena itu, pencegahan hanya dapat dilakukan karena alasan-alasan atau pertimbangan tertentu yang jelas. Dalam hal perpajakan, pertimbangan tersebut berdasarkan keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan tugas dan ketentuan yang berlaku.

Baca juga: Surat Tagihan Pajak (STP) dan Jangka Waktu Diberikannya

Tindakan pencegahan dalam rangka penagihan pajak

Seperti dalam penjelasan awal, setiap Wajib Pajak tentu memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajak melalui SPT Tahunan.

Namun, bila Wajib Pajak tersebut tidak membayar pajak yang mengakibatkan tunggakan pajak, maka Menteri Keuangan dapat melakukan penagihan pajak.

Salah satu bentuk penagihan pajak yang dapat dilakukan adalah pencegahan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Menteri Keuangan akan mengeluarkan keputusan pencegahan terhadap Wajib Pajak yang tidak membayar pajak. 

Pencegahan tersebut berlangsung paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang maksimal hingga 6 bulan berdasarkan Pasal 30 UU PPSP.

Akan tetapi, keputusan tersebut dapat dikeluarkan jika memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif yang diatur dalam UU PPSP dan PMK Nomor 61 Tahun 2023.

Adapun syarat kuantitatif yang dimaksud adalah pencegahan dapat dilakukan jika jumlah utang pajak penanggung pajak paling sedikit sebesar Rp100 juta.

Sedangkan, syarat kualitatif yang dimaksud adalah pencegahan dilakukan jika Menteri Keuangan meragukan itikad baik dari penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Namun, Pasal 55 ayat (2) PMK 61/2023 mengatur bahwa pertimbangan terkait itikad baik Wajib Pajak yang diragukan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak meski telah diberikan surat paksa
  • Wajib Pajak menyembunyikan atau memindahtangankan barang yang dimiliki, termasuk membubarkan badan, setelah timbul utang pajak

Jika syarat kuantitatif dan kualitatif telah terpenuhi, maka Menteri Keuangan dapat melakukan gelar perkara lebih dulu sebelum mengeluarkan keputusan pencegahan. Hal ini dilakukan untuk memberikan keyakinan jika utang pajak tersebut valid.

Menteri Keuangan melalui DJP sudah pasti akan menindak Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan patuh, terutama soal pembayaran pajak.

Oleh karena itu, pastikan Anda membayar pajak setiap bulan kepada negara dan melaporkan melalui SPT Tahunan.

Bila Anda kesulitan dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak, Anda dapat konsultasikan dengan tim konsultan Bisa Pajak. Silakan hubungi kami melalui WhatsApp atau email.

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!