Dalam rangka melakukan penelitian terhadap Wajib Pajak tertentu, DJP sebagai pengawas akan melakukan pemeriksaan pajak.

Namun, pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak tersebut hanya dapat dilakukan atas sejumlah alasan tertentu. Lalu, apa saja alasan tersebut?

Baca juga: Ini Tahapan yang Anda Lalui dalam Pemeriksaan Pajak

Alasan DJP lakukan pemeriksaan pajak

Pada dasarnya, DJP melakukan pemeriksaan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, maupun bukti dari Wajib Pajak.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Secara garis besar, ada 2 alasan mengapa DJP melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, yaitu untuk:

  • Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, dan/atau
  • Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perpajakan

Ketentuan ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013.

Namun, seperti pada pembahasan di awal, tidak semua Wajib Pajak akan diperiksa oleh DJP untuk 2 tujuan tersebut. Hal ini karena kedua tujuan pemeriksaan tersebut memiliki ruang lingkup yang berbeda. 

Lalu, apa saja itu? Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 18/PMK.03/2021 mengatur bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan perpajakan hanya dilakukan untuk Wajib Pajak yang:

  • Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
  • Terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar,
  • Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
  • Telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak,
  • Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi,
  • Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,
  • Melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap,
  • Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko,
  • Menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko, atau
  • Telah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan/atau JKP (Jasa Kena Pajak) dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan

Baca juga: SP2DK Berlanjut Pemeriksaan, Wajib Pajak Harus Apa?

Sedangkan, Pasal 70 PMK Nomor 184/PMK.03/2015 mengatur bahwa pemeriksaan dengan tujuan lain hanya dilakukan untuk:

  • Pemberian NPWP secara jabatan,
  • Penghapusan NPWP,
  • Pengukuhan PKP secara jabatan,
  • Pencabutan pengukuhan PKP,
  • Wajib Pajak yang mengajukan keberatan,
  • Pengumpulan bahan guna penyusunan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto),
  • Pencocokan data dan/atau alat keterangan,
  • Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil,
  • Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN (Pajak Pertambahan Nilai),
  • Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak,
  • Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan, dan/atau
  • Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak berganda 

Atas beberapa hal di atas tersebut, maka DJP akan melakukan pemeriksaan, baik di lapangan maupun kantor, sesuai dengan yang telah ditentukan peraturan.

Sebagai Wajib Pajak, Anda harus memenuhi panggilan pemeriksaan tersebut dan memberikan keterangan sesuai yang diminta oleh petugas pemeriksa pajak.

Lihat Juga Layanan Perpajakan Kami!

Jika Anda kesulitan dalam memberikan keterangan untuk pemeriksaan, jangan khawatir karena tim Bisa Pajak siap membantu. Anda bisa jadwalkan konsultasi gratis atau langsung chat admin kami sekarang!

Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!