Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada Oktober 2021 yang lalu, pemerintah merencanakan kenaikan tarif PPN.
Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% dan akan diberlakukan pada 2025 mendatang.
Namun, hingga kini pemerintah belum mengetok palu untuk mengesahkan aturan tersebut. Lantas, apakah kenaikan PPN 12% jadi berlaku pada 2025?
Baca juga: Catat, Ini Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Kena PPN 12%!
Kabar terbaru berlakunya PPN 12%
Sebetulnya, kenaikan tarif PPN 12% merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Akan tetapi, sejak kabar mengenai kenaikan tarif PPN tersebut sampai di telinga masyarakat, muncul banyak protes dari berbagai kalangan.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa kenaikan PPN tersebut bukanlah harga mati. Ketentuan tersebut masih bisa berubah meskipun sebelumnya telah disepakati oleh pemerintah dan DPR.
Hal ini karena tahun 2025 adalah tahun di mana pemerintahan Indonesia berganti dengan pemerintah baru. Menurut Sri Mulyani, mereka tetap harus menghormati pemerintah baru.
Sehingga, jika pemerintah baru tetap ingin menggunakan tarif PPN yang berlaku sekarang, maka aturan tersebut akan disesuaikan.
Atas rencana kenaikan tarif PPN tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga memberikan pernyataan pada Rabu, 23 April 2024 yang lalu.
Beliau menyampaikan bahwa pemerintah belum membahas tentang kenaikan tarif PPN 12%. Ia mengatakan bahwa rencana tersebut baru akan dibahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Baca juga: Waduh, PPN 12% Bikin Harga Token Listrik Ikut Naik?
Apa saja yang dikenakan PPN 12%?
Jika rencana kenaikan tarif PPN 12% jadi diberlakukan oleh pemerintah baru pada 2025, maka ada 8 kategori barang dan jasa yang akan dikenakan PPN, yaitu:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
- Impor BKP
- Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor BKP berwujud oleh PKP
- Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP
- Ekspor JKP oleh PKP
Namun, dalam Pasal 4A ayat (2) dan ayat (3) UU HPP, pemerintah mengecualikan beberapa kategori barang dan jasa dari pengenaan tarif PPN 12%, yaitu:
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah
- Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga
- Jasa keagamaan
- Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah
- Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah
- Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
- Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah
- Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah
Memang, pihak yang membayar PPN adalah pembeli atau pengguna akhir dari barang maupun jasa yang dijual oleh pengusaha.
Baca juga: Air Bersih Termasuk BKP, Pengusaha Wajib Pungut PPN 12%?
Namun, jika kebijakan ini juga berdampak pada perpajakan usaha Anda, jangan ragu untuk konsultasikan dengan tim konsultan Bisa Pajak melalui WhatsApp atau email.
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!