Premi asuransi yang dibayarkan ke perusahaan asuransi di luar negeri merupakan salah satu penghasilan yang menjadi objek pajak. Sehingga, atas pembayarannya dikenakan PPh (Pajak Penghasilan).
Terkait hal tersebut, pemerintah baru saja memperbarui ketentuannya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Begini ketentuannya!
Ketentuan PPh atas premi asuransi luar negeri
Ketika Wajib Pajak membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri, maka atas pembayaran tersebut akan dikenakan PPh.
Hal ini karena premi asuransi termasuk dalam objek pajak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n bagian PPh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebelumnya, pengaturan terkait pengenaan PPh terhadap pembayaran premi asuransi tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 624/KMK.04/1994.
Namun, saat ini pemerintah telah memperbarui ketentuan yang berlaku terkait PPh atas premi asuransi luar negeri melalui PMK Nomor 81 Tahun 2024.
Lalu, bagaimana ketentuan yang baru terkait premi asuransi luar negeri? Dalam Pasal 241 ayat (1) PMK Nomor 81 Tahun 2024 disebutkan bahwa premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan ke perusahaan di luar negeri dikenakan PPh pasal 26.
Hal ini karena penerima penghasilan atau perusahaan asuransi tersebut merupakan subjek pajak luar negeri. Besar tarif yang dikenakan adalah sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.
Bagaimana cara menentukan besar perkiraan penghasilan neto tersebut? Pasal 241 ayat (2) PMK Nomor 81 Tahun 2024 mengatur besar perkiraan penghasilan neto adalah sebagai berikut:
- 50% dari jumlah premi yang dibayar, atas premi yang dibayar oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang
- 10% dari jumlah premi yang dibayar, atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang
- 5% dari jumlah premi yang dibayar, atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang
Pemotongan PPh pasal 26 atas premi luar negeri
Atas PPh pasal 26 tersebut, pihak pemotong pajak harus memotong sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto yang telah ditentukan.
Pemotongan pajak tersebut dilakukan oleh:
- Tertanggung, dalam hal pembayaran premi dilakukan oleh tertanggung
- Perusahaan asuransi di Indonesia, dalam hal pembayaran premi dilakukan oleh perusahaan asuransi di Indonesia
- Perusahaan reasuransi di Indonesia, dalam hal pembayaran premi dilakukan oleh perusahaan reasuransi di Indonesia
Atas pemotongan yang telah dilakukan, pihak pemotong pajak wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 dan disampaikan kepada pihak yang dipotong.
Potongan PPh pasal 26 tersebut juga harus disetor ke negara paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak, yaitu pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya premi.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) atau sarana administrasi yang disamakan.
Setelah disetorkan, maka pemotong wajib melaporkannya kepada DJP melalui SPT Masa PPh Unifikasi paling lama 20 hari setelah terutangnya pajak.
Bila Anda kesulitan dalam mengurus perpajakan pribadi maupun usaha, serahkan saja pada tim Bisa Pajak. Silakan jadwalkan konsultasi gratis atau langsung chat admin kami sekarang!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!