Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan.

Penghasilan yang diterima dapat menjadi objek pajak penghasilan. Salah satu penghasilan yang menjadi objek pajak adalah hadiah atau undian, tercantum pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4. Berikut adalah beberapa jenis hadiah atau undian yang menjadi objek pajak penghasilan:

  1. Hadiah undian dengan tarif pajak 25% dari total nilai bruto yang diterima dan merupakan objek pajak yang bersifat final
  2. Hadiah atau penghargaan yang diterima dari memenangkan suatu kompetisi atau perlombaan dengan tarif pajak yang disesuaikan dengan status Wajib Pajak penerima hadiah. Apabila penerimanya Wajib Pajak orang pribadi maka dipotong tarif progresif Pasal 17 UU PPh, tetapi jika penerimanya Wajib Pajak badan maka dipotong dengan tarif pajak 25% sesuai dengan Pasal 23 UU PPh
  3. Hadiah yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya. Tarif pajak sama seperti tarif pajak hadiah atau penghargaan perlombaan

Setelah mengetahui jenis hadiah atau undian yang kita terima dengan tarif pajaknya, kita juga perlu menentukan cara menyetorkan pajak tersebut. Berikut 2 konsep penyetoran pajak yang ada di dalam Undang-Undang:

  • Pemotongan pajak oleh pihak lain

Pajak dari hadiah yang diterima langsung dipotong oleh pemberi penghasilan, misal pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan yang membayar honorarium atau penghasilan lain, dan penyelenggara kegiatan.

  • Penyetoran sendiri

Wajib Pajak sebagai penerima penghasilan akan mendapatkan penghasilan secara utuh dari pemberi penghasilan dan harus menyetorkan sendiri pajaknya ke kas negara.

Sebagai contoh, Santi mengikuti sebuah give away yang diadakan sebuah website dengan hadiah utama sebesar Rp10.000.000 dan ternyata di hari pengumuman, Santi diumumkan menjadi pemenang hadiah utama.

Kemudian Santi diminta untuk menghubungi pihak penyelenggara dan saat Santi menghubungi pihak tersebut, Santi diminta untuk menyetorkan uang sebesar Rp2.500.000 sebagai pajak hadiah yang harus disetorkan ke nomor rekening milik pribadi.

Lalu apakah benar Rp2.500.000 tersebut adalah pajak yang harus dibayarkan Santi dan bukan sebuah modus penipuan?

Mengacu pada salah satu butir teori perpajakan Adam Smith, Four Canons of Taxation by Adam Smith, yaitu Convenience of Payment, prinsip pajak penghasilan pada dasarnya harus dipungut atau dipotong pada saat yang tepat, yaitu pada saat masyarakat mendapatkan penghasilan, demi memberikan kenyamanan kepada Wajib Pajak agar dapat menyetorkan pajaknya dengan mudah.

Berdasarkan prinsip di atas, ketentuan agar Santi menyetorkan Rp2.500.000 terlebih dulu sebelum dicairkan hadiah Rp10.000.000 dapat dipastikan bukanlah pajak undian karena bertentangan dengan prinsip pajak itu sendiri.

Maka dapat disimpulkan kasus Santi tersebut termasuk ke dalam modus penipuan karena pajak seharusnya tidak disetorkan melalui rekening milik pribadi, tetapi disetorkan melalui kode billing yang dibuat di website DJP Online atau mendatangi langsung kantor pajak dan disetor melalui bank persepsi yang ditunjuk oleh DJP atau kantor pos agar langsung masuk ke kas negara.