Bagi dokter yang tidak hanya membuka praktik medis tetapi juga menjalankan usaha apotek, penting memahami bahwa penghasilan dari kedua kegiatan tersebut dikenai pajak dengan aturan berbeda.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penjelasan resmi mengenai jenis penghasilan yang dapat menggunakan tarif PPh Final 0,5% sesuai ketentuan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Pajak Penghasilan.
Dalam penjelasannya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa penghasilan dari usaha apotek dapat dikenai PPh Final UMKM sebesar 0,5%, sepanjang memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1) PP Nomor 55 Tahun 2022
Artinya, dokter yang memiliki apotek dan memperoleh penghasilan dari kegiatan penjualan barang dagang (farmasi, alat kesehatan, dsb) berhak memanfaatkan fasilitas PPh Final 0,5%, selama peredaran brutonya tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun.
Namun dalam hal ini Jasa Dokter Tidak Termasuk Penghasilan Kena PPh Final. Berbeda halnya dengan penghasilan dari jasa praktik dokter. Menurut penjelasannya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), penghasilan dokter dari jasa profesional tidak termasuk dalam objek yang dikenakan PPh Final sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 ayat (3) dan (4) PP 55/2022.
Hal ini karena profesi dokter termasuk dalam kategori pekerjaan bebas (independent personal services), sebagaimana tercantum dalam ketentuan PP 55/2022. Dengan demikian, penghasilan dari jasa medis dikenakan PPh berdasarkan tarif umum progresif (Pasal 17 Ayat 1 (a) UU No. 7 Tahun 2021), bukan PPh Final UMKM.
Syarat dan Batasan PPh Final 0,5% untuk UMKM
Merujuk pada Pasal 56 ayat (1) PP 55/2022, tarif PPh Final 0,5% dapat digunakan oleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto maksimal Rp4,8 miliar per tahun pajak.
Namun, dalam Pasal 56 ayat (3) PP 55/2022 ada beberapa jenis penghasilan yang tidak bisa dikenai PPh Final 0,5%, yaitu:
- penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
- penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
- penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Dengan demikian, dokter yang memiliki dua sumber penghasilan dari praktik dan dari usaha apotek perlu memisahkan perlakuan pajaknya sesuai karakteristik masing-masing kegiatan.
Contoh Penerapan untuk Praktik Dokter + Usaha Apotek
Misalnya, seorang dokter memiliki:
- Penghasilan dari jasa praktik medis Rp300 juta per tahun maka Penghasilan dari praktik dikenai PPh tarif progresif Pasal 17.
- Penghasilan dari usaha apotek Rp600 juta per tahun lalu Penghasilan dari usaha apotek tersebut dapat dikenai PPh Final 0,5%, sepanjang omzet total apotek tidak melebihi Rp4,8 miliar.
DJP menegaskan bahwa penghasilan dari apotek dapat menggunakan skema PPh Final 0,5%, sedangkan penghasilan dari jasa praktik dokter tidak termasuk dalam ketentuan tersebut. Kebijakan ini bertujuan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha kecil-menengah, termasuk tenaga medis yang menjalankan kegiatan usaha tambahan di luar profesi utamanya.
Bila Anda kesulitan mengurus pajak pribadi maupun usaha, biar tim Bisa Pajak yang hitung, setor, dan laporkan pajak. Anda dapat jadwalkan konsultasi pajak online gratis atau langsung chat admin konsultan pajak kami sekarang! Untuk informasi lebih lanjut tentang perpajakan bisa langsung menghubungi Hotline kami di 0858-8336-6001
|DJP Resmikan Satu Format SPT: Lapor Pajak Kini Jauh Lebih Mudah!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!