Ketika menandatangani dokumen penting, biasanya kita harus menempelkan meterai lebih dulu. Hal tersebut dilakukan agar dokumen dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah secara hukum.
Namun, untuk menempelkan meterai pada dokumen penting tersebut, ada bea atau biaya yang harus dipungut.
Lantas, kenapa ada bea meterai dan berapa besarnya? Simak selengkapnya dalam pembahasan berikut ini.
Baca juga: Pengaturan Baru Pajak Mengenai SKP dan STP
Apa itu bea meterai?
Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman. Label tersebut hanya dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai).
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, meterai selalu digunakan saat akan menandatangani dokumen penting. Tujuannya agar dokumen tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
Namun, untuk mengesahkan dokumen tersebut, Anda sebagai Wajib Pajak harus membayar pajak kepada negara yang disebut dengan bea meterai. Berapa besar tarifnya?
Berbeda dengan pajak pusat lainnya yang menggunakan tarif persenan, bea meterai menggunakan tarif tetap sebesar Rp10.000. Hal ini tertuang dalam Pasal 5 UU Bea Meterai.
Akan tetapi, bea meterai tersebut hanya dikenakan 1 kali untuk setiap dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Bea Meterai.
Objek bea meterai
Tidak semua dokumen dapat menjadi objek bea meterai. Bila melihat Pasal 3 ayat (1) UU Bea Meterai, ada 2 jenis dokumen yang dikenakan bea meterai, yaitu:
- Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata, dan
- Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan dokumen bersifat perdata meliputi:
- Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya
- Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya
- Akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) beserta salinan dan kutipannya
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5 juta yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan
- Dokumen lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Sedangkan, berikut dokumen-dokumen yang tidak dikenakan bea meterai sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 UU Bea Meterai:
- Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang seperti surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, dan surat lainnya yang dapat dipersamakan
- Segala bentuk ijazah
- Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran
- Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya
- Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan, bank, dan lembaga lainnya
- Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi
- Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah
- Surat gadai
- Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
- Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter
Pemungutan bea meterai
Bila melihat Pasal 8 ayat (1) UU Bea Meterai, pajak baru terutang pada saat:
- Dokumen ditandatangani untuk surat perjanjian beserta rangkapnya, akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya, serta akta PPAT beserta salinan dan kutipannya
- Dokumen selesai dibuat untuk surat berharga dengan nama dan bentuk apa pun, serta dokumen transaksi surat berharga, termasuk kontrak berjangka, dengan nama dan bentuk apa pun
- Dokumen diserahkan kepada penerima untuk surat keterangan, pernyataan, atau lainnya yang sejenis beserta rangkapnya, dokumen lelang, dan dokumen yang menyatakan jumlah uang
- Dokumen diajukan ke pengadilan sebagai alat bukti
- Dokumen digunakan di Indonesia untuk yang dibuat di luar negeri
Ketika bea meterai terutang, maka pihak terutang harus membayar pajak kepada pemungut. Lalu, siapa yang menjadi pihak terutang?
Tergantung pada jenis dokumen sesuai yang disebut dalam Pasal 8 ayat (1) UU Bea Meterai. Jika dokumen dibuat sepihak, maka pihak penerima lah yang terutang bea meterai.
Bila ada 2 pihak atau lebih yang membuat dokumen, maka bea meterai terutang oleh masing-masing penerima.
Untuk dokumen surat berharga, maka yang jadi pihak terutang adalah yang menerbitkan surat tersebut. Sedangkan, bea meterai untuk dokumen alat bukti terutang oleh pihak yang mengajukan.
Jika dokumen dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia, maka yang terutang adalah pihak penerima manfaat dokumen.
Lalu, siapa yang memungut bea meterai tersebut? Apakah lawan pihak? Pemerintah mengatur bahwa tidak semua pihak bisa jadi pemungut bea meterai.
Hanya Wajib Pajak yang ditunjuk dan ditetapkan oleh DJP atau pejabat melalui surat penetapan yang dapat melakukan pemungutan bea meterai. Ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 151/PMK.03/2021.
Selain itu, Wajib Pajak tersebut juga harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
- Memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu berupa surat berharga cek dan bilyet giro, dan/atau
- Menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen tertentu berupa dokumen transaksi surat berharga; surat keterangan, pernyataan, atau lainnya yang sejenis; dan dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai lebih dari Rp5 juta; dengan jumlah lebih dari 1.000 dokumen dalam 1 bulan
Baca juga: Berapa Tarif Pajak Penghasilan yang Berlaku di Indonesia?
Sekian penjelasan terkait bea meterai. Jika Anda kesulitan dalam mengurus perpajakan pribadi maupun usaha, serahkan saja pada tim Bisa Pajak dan Anda tinggal terima beres!
Pastikan pula untuk selalu update dengan informasi terbaru seputar dunia perpajakan di Indonesia melalui berbagai media sosial kami!